makalah hubungan lembaga eksekutif dan legislatif
DAFTAR ISI
DAFTAR
ISI...........................................................................................................................................i
BAB
I
PENDAHULUAN...................................................................................................................................1
BAB
II
PEMBAHASAN.....................................................................................................................................2
A. Lembaga
Tinggi Negara di Indonesia...................................................................................................2
B. Kekuasaan
Lembaga
Legislatif............................................................................................................2
1. Majelis
Permusyawaratan
Rakyat..............................................................................................................2
2.
Dewan perwakilan
Rakyat........................................................................................................................4
C. Kekuasaan
Lembaga Eksekutif...........................................................................................................7
1.
Preseden dan wakil
presiden.....................................................................................................................7
2.
Kementrian Republik
Indonesia................................................................................................................8
D. Kekuasaan
Lembaga
Yudikatif...........................................................................................................10
1. Mahkamah
Agung...................................................................................................................................10
2. Mahkamah
Konstitusi..............................................................................................................................10
E. Hubungan
Lembaga legislatif dan Eksekutif........................................................................................10
BAB
III
KESIMPULAN....................................................................................................................................13
DAFTAR
PUSTAKA............................................................................................................................14
BAB
I
Pendahuluan
Arus reformasi yang melanda
Indonesia memberikan perubahan yang mendasar terhadap format kelembagaan negara
republik ini. Salah satunya adalah adanya perubahan (amandemen) UUD 1945.
Implikasi dari perubahan ini yakni, tidak ada lagi status “lembaga tertinggi
negara”. Lembaga penyelenggara negara sekarang posisinya sejajar, sama-sama
sebagai “lembaga negara”.hubungan antar lembaga negara menjadi horizontal tidak
lagi vertikal.
Dalam UUD 1945 pra-amandemen,
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) menjadi “lembaga tertinggi negara”,
lembaga-lembaga negara dibawahnya menjadi “lembaga tinggi negara” seperti
Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Pertimbangan Agung (DPA),
Mahkamah Agung (MA) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Lembaga tinggi negara
harus bertanggung jawab kepada lembaga tertinggi negara. Kedaulatan rakyat yang
dipegang oleh MPR dalam pelaksanaannya dijalankan oleh lembaga negara
dibawahnya (distribution of power) dan lembaga-lembaga negara tersebut
bertanggung jawab kepada MPR. Misalnya, Presiden sebagai mandataris MPR harus
mempertanggungjawabkan kinerjanya kepada MPR.
Dengan digelarnya UUD 1945
pasca-amandemen, status MPR sebagai lembaga tertinggi negara dihapus. Posisi
MPR sekarang menjadi lembaga tinggi negara sejajar dengan lembaga tinggi negara
lainnya. Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 mengatakan: “Kedaulatan berada ditangan
rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Setiap lembaga tinggi
negara mempunyai fungsi dan kerja masing-masing serta terdapat pemisahan
kekuasaan (separation of power) didalamnya. Lembaga tinggi negara yang
satu tidak bertanggung jawab kepada lembaga tinggi negara lainnya. Kinerja
lembaga tinggi negara dipertanggungjawabkan kepada rakyat.
Konsep pemisahan kekuasaan (separation
of power) yang dijalankan republik ini mengantarkan setiap lembaga negara
mempunyai kewenangan dan kekuasaan yang berimbang. Eksistensi tiga kekuasaan legislatif,
eksekutif, dan yudikatif harus dipisah. Kekuasaan penyelenggaraan negara tidak
boleh berada ditangan satu badan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. LEMBAGA TINGGI NEGARA DI INDONESIA
Negara Republik
Indonesia mengenal adanya lembaga-lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif
dalam UUD 1945 dengan melaksanakan pembagian kekuasaan (distribution of power)
antara lembaga-lembaga negara. Kekuasaan lembaga-llembaga negara tidaklah di
adakan pemisahan yang kaku dan tajam , tetapi ada koordinasi yang satu dengan
yang lainnya.
Menurut UUD
1945, untuk menjalankan mekanisme pemerintahan di negara Republik Indonesia,
maka di dirikan satu lembaga tertinggi negara dan Lima lembaga tertinggi negara
yang merupakan komponen yang melaksanakan atau meyelenggarakan kehidupan
negara.
Lembaga
tertinggi negara ialah majelis permusyawaratan rakyat MPR sebagai penjelmaan
seluruh rakyat Indonesia adalah pemegang kekuasaan tertinggi dalam negara dan
pelaksana dari kedaulatan rakyat.
Lembaga-lembaga
tinggi negara adalah aparat-aparat negara utama yang kedudukannya adalah
dibawah MPR, sesuai dengan urutan-urutan yang terdapat dalam UUD 1945,
lembaga-lembaga tinggi negara adalah sebagai berikut:
a.
Majelis Permusyawaratan Rakyat
b. Dewan
Perwakilan rakyat
c. Presiden dan
Wakil Presiden
d. Mahkamah
Agung
e. Mahkamah
konstitusi
f. Badan Pemeriksa
Keuangan
B. KEKUASAAN LEMBAGA LEGISLATIF
a. Dilaksanakan
oleh MPR, DPR/DPD,
b. Mengawasi jalannya
pemerintahan
c. Membuat dan Mengajukan
RUU
d. DPR dapat
menyetujui dan menolak perjanjian internasional
e. Legislatif
dipilih oleh rakyat secara lagsung melalui pemilu
f. Anggota MPR
mengangkat dan memberhentikan presiden dan wakilnya sesuai pengawasan rakyat
dan berbagai kelembagaan
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat
Dalam perspektif historis, cikal
bakal MPR kini adalah Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang beroperasi
tahun 1945 hingga 1949. Saat itu, tata negara Indonesia belumlah semapan
sekarang. Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945
menetapkan UUD 1945 sebagai konstitusi negara. Dalam masa itu belumlah ada
struktur legislatif bernama MPR. Namun, dalam Aturan Peralihan UUD 1945
termasuk bahwa sebelum MPR, DPR dan DPA dibentuk oleh UUD ini, segala
kekuasaannya dijalankan oleh Presiden dengan bantuan sebuah Komite Nasional.
Selain dinegara kesatuan republik Indonesia (NKRI),
lembaga konstitusi ini juga ditemukan direpublik perancis dan republik islam
iran,di Indonesia yang membedakan lembaga ini dengan lembaga legeslatif adalah
karena lembaga ini adalah gabungan dari DPR (legislatif) dengan BPD (badan
perwakilan daerah).
MPR kini tidak lagi menjadi lembaga tertinggi negara
karena tidak lagi meminta pertanggung jawaban semua lembaga tinggi negara, fungsi
tertinggi hanya untuk pembentukan dan penetapan konstitusi saja,sedangkan
memilih presiden dan wakil presiden kini diserahkan kepada rakyat, itulah
sebabnya perubahan konstitusi atau amandement menjadi perubahan dasar negara Indonesia
mendatang
MPR periode 1999-2004 yang di pimpin oleh amin rais sebagai lokomotif reformasi telah berhasil membuat perubahan besar dengan mengamandemen UUD 1945, sehingga akhirnya DPA yang tampak tidak efektif terpaksa di ilikuidasi walaupun merupakan lembaga tinggi negara, sedangkan lembaga tinggi negara lain yang baru di bentuk, yaitu Mahkamah Konstitusi.
MPR periode 1999-2004 yang di pimpin oleh amin rais sebagai lokomotif reformasi telah berhasil membuat perubahan besar dengan mengamandemen UUD 1945, sehingga akhirnya DPA yang tampak tidak efektif terpaksa di ilikuidasi walaupun merupakan lembaga tinggi negara, sedangkan lembaga tinggi negara lain yang baru di bentuk, yaitu Mahkamah Konstitusi.
Selanjutnya kedudukan MPR hanya sebagai lembaga tinggi
negara bukan seperti dahulu sebagai lembaga tertinggi negara yang meminta
perttanggung jawaban seluruh lembaga tinggi negara lainnnya,MPR hanya menjadi
tertinggi negara dalam kapasitasnya sebagai lenbaga konstitusional.
Sesuai dengan UUD 1945 yang telah diamandemen dengan
pasal 3 ayat 1 maka MPR termasuk lembaga negara mempunyai tugas dan wewenang
sebagai berikut:
a. Mengubah dan
menetapkan Undang-undang Dasar
b. Melantik
presiden dan wakil presiden
c. Memberhentikan
presiden dan wakil presiden dalam masa jabatan menurut Undang-undang dasar
MPR
bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di ibu kota negara. Dalam
menjalankan tugas dan wewenangannya, anggota MPR mempunyai hak sebagai berikut:
a.
Mengajukan usul perubahan pasal-pasal undang-undang
dasar
b. Menentukan
sikap dan pilihan dalam pengambilan keputusan
c. Memilih dan
dipilih
d. Membela diri
e. Imuitas
f. Protokoler
g. Keuangan dan
administratif
Anggota MPR
mempunyai kewajiban sebagai berikut:
a.
Melaksanakan UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan
b. Menjaga
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan kerukunan nasional
c. Mendahulukan
kepentingan negara diatas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongaan
d. Melaksanakan
peranan sebagai wakil rakyat dan wakil daerah
2. Dewan Perwakilan Rakyat
Dewan
Perwakilan Rakyat (seterusnya disingkat DPR) adalah suatu struktur legislatif
yang punya kewenangan membentuk undang-undang. Dalam membentuk undang-undang
tersebut, DPR harus melakukan pembahasan serta persetujuan bersama Presiden.
Fungsi-fungsi yang melekat pada DPR adalah: (1) fungsi anggaran; (2) fungsi
legislasi; dan (3) fungsi pengawasan. Dalam menjalankan fungsi-fungsi tersebut,
setiap anggota DPR memiliki hak interpelasi, hak angket, hak menyatakan
pendapat, hak mengajukan pertanyaan, hak menyampaikan usul, dan hak imunitas.
Anggota DPR
seluruhnya dipilih lewat pemilihan umum dan setiap calonnya berasal dari
partai-partai politik. Secara substansial, struktur dan fungsi DPRD I serta
DPRD II adalah sama dengan DPR pusat. Hanya saja, lingkup kewenangan DPRD I
adalah di tingkat Provinsi sementara DPRD II di tingkat Kabupaten atau Kota.
DPR
merupakan sebuah lembaga yang menjalankan fungsi perwakilan politik (political
representative) karena --- menurut Jimly Asshiddiqie –-- fungsi legislatif
berpusat di tangan DPR. Anggotanya terdiri atas wakil-wakil partai politik.
Anggota DPR melihat segala masalah dari kacamata politik. Melalui lembaga ini,
masyarakat di suatu negara diwakili kepentingan politiknya dalam tata kelola
negara sehari-hari. Kualitas akomodasi kepentingan sebab itu bergantung pada
kualitas anggota dewan yang dimiliki.
Dalam skema
sistem politik David Easton, DPR bekedudukan hampir di setiap lini: (1) Dalam
lini input, DPR merespon kepentingan masyarakat melakukan mekanisme pengaduan
harian; (2) Dalam lini konversi DPR bersama pemerintah bernegosiasi bagaimana
kepentingan masyarakat diakomodir; dan (3) Dalam lini output DPR mengeluarkan
Undang-undang yang merupakan kebijakan negara yang harus dijalankan lembaga
kepresidenan. Lebih lanjut, Almond telah merinci aneka fungsi yang dimaksud
skema sistem politik Easton. Dalam konteks pemikiran Almond, maka DPR adalah
struktur yang menjalankan fungsi-fungsi input (agregasi kepentingan, komunikasi
politik) dan fungsi output yaitu legislasi. Dalam kekuasaannya sebagai
legislator, DPR berhadapan dengan Presiden dan DPD. Harus ada kerjasama
harmonis antara ketiga institusi ini, kendati kekuasaan legislatif tetap ada di
tangan DPR.
Berdasar
Pasal 20 UUD 1945, DPR dipahami sebagai lembaga legislasi atau legislator,
bukan Presiden atau DPR. Dalam konteks pembuatan undang-undang oleh DPR ini,
UUD 45 menggariskan hal-hal sebagai berikut:
·
DPR adalah pemegang kekuasaan legislatif, bukan
Presiden atau DPD;
·
Presiden adalah lembaga yang mengesahkan rancangan
Undang-undang yang telah mendapat persetujuan besama dalam rapat paripurna DPR
resmi menjadi Undang-undang;
·
Rancangan Undang-undang yang telah resmi sah menjadi
Undang-undang wajib diundangkan sebagaimana mestinya;
·
Setiap rancangan undang-undang dibahas agar diperoleh
persetujuan bersama antara DPR dan Presiden dalam persidangan DPR;
·
Jika RUU adalah inisiatif DPR, maka DPR sebagai
institusi akan berhadapan dengan Presiden sebagai kesatuan institusi yang dapat
menolak inisiatif DPR itu (seluruhnya atau sebagian). RUU itu tidak boleh lagi
diajukan DPR dalam tahun sidang yang sama. Di sini, posisi DPR dan Presiden
berimbang;
·
Jika RUU inisiatif Presiden, maka DPR juga berhak
menerima ataupun menolak (sebagian atau seluruhnya). DPR dapat melakukan voting
untuk menerima atau menolak RUU yang diajukan Presiden itu;
·
Jika suatu RUU telah disetujui dalam rapat paripurna
DPR dan disahkan dalam rapat DPR tersebut, maka secara substantif ataupun
materiil RUU tersebut sah sebaga UU. Namun, pengesahan DPR itu belum mengikat
secara umum karena belum disahkan oleh Presiden serta diundangkan sebagaimana
mestinya. Meski Presiden sudah tidak dapat lagi mengubah materinya atau tidak
menyetujuinya, tetapi sebagai UU ia sudah sah; dan
·
Suatu RUU yang disahkan DPR sebagai UU baru bisa
berlaku umum mempertimbangkan kondisi berikut : (a) Faktor pengesahan oleh
Presiden dengan cara menandatangani naskah Undang-undang itu; (b) Faktor
tenggang waktu 30 hari sejak pengambilan keputusan atas rancangan UU tersebut
dalam rapat paripurna DPR (pengesahan materil oleh DPR, pengesahan formil oleh
Presiden).
DPR memiliki
fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan. Fungsi legislasi
adalah fungsi membentuk undang-undang bersama dengan Presiden. Fungsi anggaran
adalah menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara bersama Presiden.
Fungsi pengawasan adalah mengawasi jalannya pemberlakuan suatu undang-undang
oleh DPR berikut aktivitas yang dijalankan Presiden
Untuk
melaksakan fungsi-fungsinya, DPR memiliki serangkaian hak. Hak-hak tersebut
dibedakan menjadi Hak DPR selaku Lembaga dan Hak DPR selaku Perseorangan. Hak
DPR selaku Lembaga meliputi: (1) hak interpelasi; (2) hak angket; (3) hak
menyatakan pendapat; (4) hak mengajukan pertanyaan; (5) hak menyampaikan usul
dan pendapat; dan (6) hak imunitas.
Hak
Interpelasi diatur dalam UU No.22 tahun 2003, yaitu sebagai lembaga DPR berhak
meminta keterangan kepada pemerintah mengenai kebijakan pemerintah yang penting
dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Hak Angket adalah hak DPR sebagai lembaga, untuk menyelidiki kebijakan
pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan
bermasyarakat dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan. Hak Menyatakan Pendapat adalah hak DPR sebagai lembaga,
untuk mengajukan usul menyatakan pendapat mengenai:
- kebijakan pemerintah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di tanah air atau situasi dunia internasional;
- tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket; dan
- dugaan bahwa Presiden dan atau Wapres melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tercela maupun tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden atau Wapres.
Selain itu,
Hak DPR selaku Perseorangan meliputi (1) Hak Mengajukan RUU; (2) Hak mengajukan
pertanyaan; (3) Hak menyampaikan usul dan pendapat; (4) Hak memilih dan
dipilih; (5) Hak membela diri; (6) Hak imunitas; (7) Hak protokoler; dan, (8)
Hak keuangan dan administratif. Keterangannya adalah sebagai berikut:
1.
Hak mengajukan rancangan undang-undang adalah hak
setiap anggota DPR untuk mengajukan Rancangan Undang-undang.
2. Hak
mengajukan pertanyaan adalah hak setiap anggota DPR untuk mengajukan pertanyaan
kepada Presiden yang disusun baik secara lisan/tulisan, singkat, jelas, dan
disampaikan kepada pimpinan DPR.
3. Hak
menyampaikan usul dan pendapat adalah hak setiap anggota DPR untuk menyampaikan
usul dan pendapat mengenai suatu hal, baik yang sedang dibicarakan maupun yang
tidak dibicarakan dalam rapat.
4. Hak memilih
dan dipilih adalah hak setiap anggota DPR untuk menduduki jabata tertentu pada
alat kelengkapan DPR sesuai dengan mekanisme yang berlaku.
5. Hak membela
diri adalah hak setiap anggota DPR untuk melakukan pembelaan diri dan atau
memberi keterangan kepada Badan Kehormatan DPR atas tuduhan pelanggaran Kode
Etik atas dirinya.
6. Hak imunitas
adalah hak setiap anggota DPR tidak dapat dituntut di hadapan pengadilan karena
pernyataan, pertanyaan dan atau pendapat yang dikemukakan secara lisan ataupun
tertulis dalam rapat-rapat DPR sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan
Tata Tertib DPR dan Kode Etik anggota dewan.
7. Hak
protokoler adalah hak setiap anggota DPR bersama Pimpinan DPR sesuai ketentuan
perundang-undangan.
8.
Hak keuangan dan administratif adalah hak setiap
anggota DPR untuk beroleh pendapatan, perumahan, kendaraan, dan fasilitas lain
yang mendukung pekerjaan selaku wakil rakyat. Sebagai ilustrasi hak ini, menurut
Surat Edaran Setjen DPR RI No. KU.00/9414/DPRRI/XII/2010 tentang Gaji Pokok dan
Tunjangan Anggota DPR, penerimaan keuangan anggota DPR terdiri atas dua bagian,
yaitu: (1) Gaji Pokok dan Tunjangan, dan (2) Penerimaan Lain-lain. Misalnya,
bagi anggota DPR yang hanya merangkap menjadi anggota Komisi, maka jumlah gaji
pokok dan tunjangan bersih sebulannya.
Selain punya
hak, anggota DPR juga punya kewajiban yang harus ia penuhi selama masa
jabatannya (5 tahun). Kewajiban-kewajiban tersebut adalah:
1.
Mengamalkan Pancasila
2. Melaksanakan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menaati segala
peraturan perundang-undangan
3. Melaksanakan
kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan
4. Mempertahankan
dan memelihara kerukunan nasional dan keutuhan negara kesatuan Republik
Indonesia
5. Memperhatikan
upaya peningkatan kesejahteraan rakyat
6. Menyerap,
menghimpun, menampung, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat
7. Mendahulukan
kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan
8. Memberikan
pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada pemilih dan daerah
pemilihannya
9. Menaati kode
etik dan Peraturan Tata Tertib DPR dan
10. Menjaga
etika dan norma dalam hubungan kerja dengan lembaga yang terkait.
Di DPR, para
anggota dewan tergabung ke dalam fraksi-fraksi. Fraksi adalah pengelompokan
anggota dewan berdasarkan konfigurasi partai politik hasil Pemilihan Umum.
Fraksi ini bersifat mandiri serta terbentuk dalam rangka optimalisasi dan
pengefektivitasan pelaksanaan tugas, wewenang, hak dan kewajiban DPR. Fraksi
mempunyai anggota sekurang-kurangnya 13 orang. Fraksi dapat juga dibentuk oleh
gabungan anggota dari dua atau lebih partai politik hasil Pemilihan Umum yang
kurang dari 13 orang atau dapat bergabung dengan Fraksi lain. Setiap anggota
dewan harus menjadi anggota salah satu Fraksi. Pimpinan Fraksi ditetapkan oleh
anggota Fraksinya masing-masing.
Tugas utama
fraksi adalah mengkoordinasi kegiatan anggota dalam melaksanakan tugas dan
wewenang mereka selaku anggota dewan. Fraksi juga bertugas meningkatkan
kemampuan, disiplin, efektivitas, dan efisiensi kerja para anggota dalam
melaksanakan tugas, dan tugas ini tercermin dalam setiap kegiatan DPR. DPR juga
menyediakan sarana dan anggaran guna kelancaran pelaksanaan tugas Fraksi
menurut perimbangan jumlah anggota tiap-tiap Fraksi.
Untuk
melaksanakan tugas dan wewenangnya, DPR membentuk Alat Kelengkapan DPR yang
terdiri atas: (1) Pimpinan DPR; (2) Badan Musyawarah; (3) Komisi; (4) Badan
Legislasi; (5) Panitia Anggaran; (6) Badan Urusan Rumah Tangga; (7) Badan Kerja
Sama Antar-Parlemen; (8) Badan Kehormatan; dan (9) Panitia Khusus.
C.
KEKUASAAN LEMBAGA
EKSEKUTIF
a. Dilaksanakan
oleh seorang Presiden dan wakil presiden
b. Selain kepala
negara, juga kepala pemerintahan
c. Presiden dan
wakil presiden dipilih oleh rakyat melalui pemilu, bukan dari partai pemenang
d. Presiden berhak
memilih kabinetnya
e. Menyetujui RUU
1.
Presiden Dan
Wakil Presiden
Undang-undang
Dasar 1945 yang telah diamandemen, membatasi masa jabatan presiden/wakil
presiden selama 2 periode. Presiden memegang kekuasaan pemerintahan (eksekutif)
berdasarkan konstitusi. Dalam melakukan tugas tersebut, presiden dibantu wakil
presiden. Presiden juga berhak mengajukan rancangan Undang-undang kepada DPR.
Selain itu, Presiden juga memiliki kewenangan untuk menetapkan peraturan
pemerintah untuk menjalankan Undang-undang.
Presiden dan
Wakil Presiden Indonesia tidak dipilih dan diangkat oleh MPR melainkan langsung
dipilih oleh rakyat dalam Pemilu. Presiden dan Wakil Presiden diusulkan partai
politik atau gabungan partai politik sebelum Pemilu. Setelah terpilih, periode
masa jabatan Presiden adalah 5 tahun, dan setelah itu, ia berhak terpilih
kembali hanya untuk 1 lagi periode.
Presiden
dengan persetujuan DPR dapat menyatakan perang, membuat perdamaian, dan
perjanjian dengan negara lain. Dalam membuat perjanjian internasional lainnya
yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang
terkait dengan beban keuangan negara, dan atau mengharuskan perubahan atau
pembentukan undang-undang harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
Presiden juga memiliki kewenangan meyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan
akibat dari keadaan bahawa ditetapkan dengan undang-undang.
Selain itu,
Presiden juga memiliki hak untuk memberi grasi dan rehabilitasi dengan
memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung. Grasi adalah pengampunan berupa
perubahan, peringanan, pengurangan, atau penghapusan pelaksanaan pidana kepada
yang diberikan oleh presiden. Rehabilitasi adalah hak seseorang untuk mendapat
pemulihan haknya dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya yang
diberikan pada tingkat penyidikan, penuntutan atau peradilan karena ditangkap,
ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang
atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut
cara yang diatur dalam undang-undang ini.
Presiden
juga memberikan amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR.
Amnesti adalah pernyataan umum (diterbitkan melalui atau dengan undang-undang)
yang memuat pencaabutan semua akibat pemidanaan dari suatu perbuatan pidana
(delik) tertentu atau satu kelompok perbuatan pidana (delik) tertentu, bagi
terpidana, terdakwa yang dinyatakan bersalah melakukan delik-delik tersebut.
Abolisi adalah penghapusan terhadap seluruh akibat penjatuhan putusan
pengadilan pidana kepada seseorang terpidana, terdakwa yang bersalah melakukan
delik.
Gelar, tanda
jasa, dan tanda kehormatan lainnya juga diberikan Presiden kepada individu
maupun kelompok yang diatur dengan undang-undang. Dalam melakukan tugasnya,
Presiden dapat membentuk suatu dewan pertimbangan untuk memberikan nasehat dan
pertimbangan kepadanya, dan ini diatur dengan undang-undang.
2. Kementrian
Republik Indonesia
Menteri
adalah pembantu presiden. Ia diangkat dan diberhentikan oleh presiden untuk
suatu tugas tertentu. Kementrian di Indonesia dibagi ke dalam 3 kategori yaitu
Kementerian Koordinator, Kementrian Departemen, dan Kementrian Negara.
Kementrian
Koordinator bertugas membantu presiden dalam suatu bidang tugas. Di Indonesia,
menteri koordinator terdiri atas 3 bagian, yaitu: Menteri Koordinator Bidang
Politik, Hukum, dan Keamanan; Menteri Koordinator bidang Perekonomian; Menteri
Koordinator bidang Kesejahteraan Rakyat.
Menteri
Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan bertugas membantu Presiden
dalam mengkoordinasikan perencanaan dan penyusunan kebijakan, serta
mensinkronkan pelaksanaan kebijakan di bidang politik, hukum, dan keamanan.
Fungsi yang ada padanya adalah:
pengkoordinasian
para Menteri Negara dan Pimpinan Lembaga Pemerintahan Non Departemen (LPND)
dalam keterpaduan pelaksanaan tugas di bidang politik dan keamanan, termasuk
permasalahan dalam pelaksanaan tugas,
pengkoordinasioan
dan peningkatan keterpaduan dalam penyiapan dan perumusan kebijakan
pemerintahan Kantor Menteri Negara, Departemen, dan Lembaga Pemerintah Non
Departemen (LPND) di bidang politik dan keamanan;
penyampaian
laporan hasil evaluasi, saran, dan pertimbangan di bidang tugas dan fungsinya
kepada Presiden.
Menteri
Negara bertugas membantu presiden dalam merumuskan kebijakan dan koordinasi
terhadap kebijakan seputar bidang yang diembannya. Menteri Negara RI terdiri
atas 10 bidang strategis yang harus dipimpin seorang menteri negara. Ke-10
bidang tersebut adalah:
·
Menteri Negara Riset dan Teknologi,
·
Menteri Negara Koperasi
·
dan Usaha Kecil Menengah,
·
Menteri Negara Lingkungan Hidup,
·
Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak,
·
Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi,
·
Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal,
·
Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional,
·
Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara,
·
Menteri Negara Perumahan Rakyat, dan
·
Menteri Negara Pemuda dan Olahraga
Menteri
Departemen, adalah para menteri yang diangkat presiden dan mengatur bidang
kerja spesifik. Menteri Departemen mengepalai satu departemen. Di Indonesia
kini dikenal ada 21 Kementerian yang dipimpin seorang menteri. Sesuai UU
No 39/2008 dan Perpres No.47/2009 yang dikeluarkan pada 3 November 2009,
penyebutan "Departemen" diubah menjadi "Kementerian."
Kementerian-kementerian tersebut adalah:
·
Sekretaris Negara
·
Dalam Negeri
·
Luar Negeri
·
Pertahanan
·
Hukum dan HAM
·
Keuangan
·
Energi dan Sumber Daya Mineral
·
Perindustrian
·
Perdagangan
·
Pertanian
·
Kehutanan
|
·
Perhubungan
·
Kelautan dan Perikanan
·
Tenaga Kerja dan Transmigrasi
·
Pekerjaan Umum
·
Kesehatan
·
Pendidikan dan Kebudayaan
·
Sosial
·
Agama
·
Pariwisata dan Pengembangan Ekonomi Kreatif
·
Komunikasi dan Infomatika
|
D. KEKUASAAN LEMBAGA YUDIKATIF
Suatu badan yang memiliki sifat
teknis yuridis yang berfungsi mengadili penyelewangan pelaksanaan konstitusi
dan peraturan per Uuan oleh institusi pemerintahan secara luas serta bersifat
independent ( bebas dari intervensi pemerintah ) dalam pelaksanaan tugas dan
fungsinya.
1.
Mahkamah
Agung
Sebagai lembaga yudikatif,Mahkamah
Agung memilki kekuasaan dalam memutuskan permohonan kasasi,serta peninjau
kembali putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap.
Secara umum fungsi Mahkamah Agung
sebagai lembaga tinggi negara dengan segala kewenangannya,sangat
independen.keputusannya tidak boleh dipengaruhi oleh lembaga tinggi lain.
2.
Mahkamah
konstitusi
Mahkamah konstitusi merupakan salah
satu lembaga pemegang kekuasaan kehakiman disamping mahkamah agung beserta
badan peradilaan yang berada dibawahnya didalam lingkungan peradilaan
umum,lingkungan peradilan agama,lingkungan peradilan militer, lingkungan
peradilan tata usaha negara.
Mahkamah konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final yang sifat nya menguji undang-undang terhadap konstitusi,memutuskan sengketa kewenangan lembaga negara,yang kewenangannya diberikan UUD. Mahkamah konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh presiden dan wakil presiden menurut UUD.
Mahkamah konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final yang sifat nya menguji undang-undang terhadap konstitusi,memutuskan sengketa kewenangan lembaga negara,yang kewenangannya diberikan UUD. Mahkamah konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh presiden dan wakil presiden menurut UUD.
E. HUBUNGAN LEMBAGA EKSEKUTIF DAN LEGISLATIF DI INDONESIA
Dalam konstitusi pra-amandemen
negara ini, kedaulatan negara berada ditangan rakyat dan dilaksanakan
sepenuhnya oleh MPR sebagai lembaga tertinggi negara. Dari MPR inilah,
kedaulatan rakyat dibagi secara vertikal ke lembaga tinggi negara dibawahnya.
Prinsip yang dianut adalah pembagian kekuasaan (division or distribution of
power). Akan tetapi dalam konstitusi pasca-amandemen, kedaulatan rakyat itu
ditentukan dibagikan secara horizontal dengan cara memisahkannya (Separation
of Power) menjadi kekuasaan-kekuasaan yang dinisbatkan sebagai fungsi
lembaga-lembaga negara yang sederajat dan saling mengendalikan satu sama lain
berdasarkan prinsip checks and balances (saling imbang dan saling awas).
Posisi antara legislatif (MPR/DPR)
dan eksekutif (Presiden/Wakil Presiden) dalam konstitusi pasca-amandemen adalah
sejajar. Berbeda dengan konstitusi pra-amandemen, legislatif (MPR) berada
diatas ekeskutif (Presiden), walau pada kenyataannya eksekutiflah yang
sebenarnya berada diatas dan mengendalikan legislatif. Posisi yang sejajar
dalam konstitusi pasca-amandemen juga menimbulkan hubungan baru antara lembaga
legislatif dengan lembaga eksekutif, berbeda dengan hubungan antar-keduanya
dalam konstitusi pra-amandemen.
Dari studi singkat terhadap
kontitusi (UUD NRI 1945), ditemukan beberapa bentuk hubungan antara legislatif
dan eksekutif tersebut misalnya dalam bidang, pertama, kekuasaan
legislasi (membuat undang-undang). Terdapat dalam Pasal 5 ayat (1) “Presiden
berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat.”
Pasal 20 ayat (2) “Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan
Rakyat dan Presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama.”
Kedua pasal ini mensuratkan adanya
pengurangan kekuasaan legislasi Presiden. Presiden dikembalikan ke posisi
sebagai pelaksana undang-undang, bukan pembentuk undang-undang dan DPR sebagai
lembaga pembuat undang-undang. Posisi DPR sebagai pembuat undang-undang ini
semakin diperkuat oleh konstitusi dengan Pasal 20 ayat (5): “Dalam hal
rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan
oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak rancangan undang-undang
tersebut disetujui, rancangan undang-undang tersebut menjadi undang-undang dan
wajib diundangkan.” Pada bidang kekuasaan legislasi, pemisahaan kekuasaan (Separation
of Power) dalam konstitusi pasca-amandemen (UUD NRI 1945) telah diakomodir.
Kedua, kekuasaan administratif dan
kelembagaan. Terdapat dalam Pasal 7A “Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat
diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas
usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran
hukum berupa penghianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana
berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi
memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.” Dan Pasal 7C
“Presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat.”
Posisi Presiden/Wakil Presiden
dikontrol oleh DPR melalui mekanisme pemakzulan (impeachment process)
serta posisi DPR sama kuat dengan Presiden, karena Presiden tidak dapat
membubarkan DPR. Sepertinya pada bidang kekuasaan ini, kekuasaan DPR lebih
besar dari Presiden, karena DPR bisa mengkontrol Presiden lewat mekanisme
pemakzulan. Prinsip saling awas (checks) bersifat searah dan cenderung legislative
heavy.
Ketiga, kekuasaan militer dan diplomatik.
Terdapat dalam Pasal 11 ayat (1) “Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan
Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara
lain.” Ayat (2) “Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang
menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait
dengan beban keuangan negara, dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan
undang-undang harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.” Dan Pasal 13
ayat (2) “Dalam hal mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan Dewan
Perwakilan Rakyat.” Ayat (3) Presiden menerima penempatan duta negara lain
dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.”
Presiden hanya memperhatikan
pertimbangan DPR apabila mengangkat duta besar dan menerima penempatan duta
besar negara lain. Kata memperhatikan disini berarti bukan sebuah keharusan?
Kata “memperhatikan” menurut hemat penulis adalah sebuah bentuk saling imbang (balances)
antara DPR (legislatif) dengan Presiden (eksekutif).
Keempat,
kekuasaan yudikatif. Terdapat dalam Pasal 14 ayat (2) “Presiden memberi amnesti
dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.” Pasal
ini jelas mensuratkan adanya prinsip saling imbang (balances) antara DPR
dengan Presiden.
BAB III
KESIMPULAN
Negara Republik Indonesia mengenal adanya
lembaga-lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif dalam UUD 1945 dengan
melaksanakan pembagian kekuasaan (distribution of power) antara lembaga-lembaga
negara. Kekuasaan lembaga-llembaga negara tidaklah di adakan pemisahan yang
kaku dan tajam , tetapi ada koordinasi yang satu dengan yang lainnya.
Menurut UUD 1945, untuk menjalankan
mekanismepemerintahan di negara Republik Indonesia, maka di dirikan satu
lembaga tertinggi negara dan Lima lembaga tertinggi negara yang merupakan
komponen yang melaksanakan atau meyelenggarakan kehidupan negara.
Posisi antara legislatif (MPR/DPR)
dan eksekutif (Presiden/Wakil Presiden) dalam konstitusi pasca-amandemen adalah
sejajar. Berbeda dengan konstitusi pra-amandemen, legislatif (MPR) berada
diatas ekeskutif (Presiden), walau pada kenyataannya eksekutiflah yang
sebenarnya berada diatas dan mengendalikan legislatif. Posisi yang sejajar
dalam konstitusi pasca-amandemen juga menimbulkan hubungan baru antara lembaga
legislatif dengan lembaga eksekutif, berbeda dengan hubungan antar-keduanya
dalam konstitusi pra-amandemen.
DAFTAR PUSTAKA
1. Undang-undang Dasar 1945
2. Undang-undang Dasar 1945 amandemen ke-4
6. http://malghi-dontworrybehappy.blogspot.com/2009/11/sistem-pemerintahan-negara-indonesia.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar