TEGAKKAN HUKUM DI INDONESIA DENGAN JUJUR DAN BENAR

HUKUM ADALAH KUMPULAN PERATURAN-PERATURAN ATAU KAEDAH-KAEDAH DALAM SUATU KEHIDUPAN BERSAMA : KESELURUHAN PERATURAN TENTANG TINGKAH LAKU YANG BERLAKU DALAM SUATU KEHIDUPAN BERSAMA, YANG DAPAT DIPAKSAKAN DENGAN SUATU SANKSI. (Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, SH)

Selasa, 02 April 2013

my inspiration

Makalah Sudahkah Penerapan Asas Hukum Legalitas Terhadap Kasus Cyber Crime

Latar Belakang
Perkembangan teknologi informasi saat ini sudah bersifat global, terutama dengan berkembangnya internet. Globalisasi yang timbul sudah menyatu dengan berbagai aspek kehidupan, baik di bidang sosial, iptek, kebudayaan, ekonomi dan nilai-nilai budaya lain. Kemajuan teknologi informasi khususnya media internet, dirasakan banyak memberikan manfaat seperti dari segi keamanan, kenyamanan dan kecepatan. Contoh sederhana, dengan dipergunakan internet sebagai sarana pendukung dalam pemesanan/reservasi tiket (pesawat terbang, kereta api).
Kecepatan melakukan transaksi perbankan melalui e-banking, memanfaatkan e-commerce untuk mempermudah melakukan pembelian danpenjualan suatu barang serta menggunakan e-library dan e-learning untuk mencari referensi atau informasi ilmu pengetahuan yang dilakukan secara online karena dijembatani oleh teknologi internet baik melalui komputer atau pun handphone. Pemanfaatan teknologi internet juga tidak dapat dipungkiri membawa dampak negatif yang tidak kalah banyak dengan manfaat positif yang ada.
Internet membuat kejahatan yang semula bersifat konvensional seperti pengancaman, pencurian, pencemaran nama baik, pornografi, perjudian, penipuan hingga tindak pidana terorisme kini melalui media internet beberapa jenis tindak pidana tersebut dapat dilakukan secara online oleh individu maupun kelompok dengan resiko tertangkap yang sangat kecil dengan akibat kerugian yang lebih besarbaik untuk masyarakat maupun negara.
Globalisasi dan perkembangan teknologi informasi banyak mempengaruhi berbagai jenis kejahatan yang ada, dan dimungkinkan muncul jenis kejahatan baru seiring dengan perkembangan yang timbul. Fenomena tindak pidana teknologi informasi merupakan bentuk kejahatan yang relatif baru apabila dibandingkan dengan bentuk-bentuk kejahatan lain yang sifatnya konvensional. Tindak pidana teknologi informasi muncul bersamaan dengan lahirnya revolusi teknologi informasi.

Kejahatan yang baru ini apabila dihubungkan dengan asas hukum yaitu asas legalitas bahwa asas yang menentukan bahwa tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana jika tidak ditentukan terlebih dahulu dalam undang-undang. Dalam bahasa latin, dikenal sebagai Nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenalli yang artinya lebih kurangnya adalah tidak ada delik, tidak ada pidana tanpa peraturan terlebih dahulu. Asas ini di masa kini lebih sering diselaraskan dengan asas non retroaktif, atau asas bahwa peraturan perundang-undangan tidak boleh berlaku surut. Secara mudah, asas ini menyatakan bahwa tidak dipidana kalau belum ada aturannya.
Dalam hal ini kasus-kasus cyrbercrime yang tergolong kejahatan yang baru ini, para pelakunya sulit untuk ditangkap dan dilakukan tindakan hukum. Disamping aturannya belum jelas mengatur tentang tindak pidana yang bersifat cybercrime, juga sulit untuk melakukan pembuktian atas tindakan yang melawan hukum tersebut.Oleh karena itu dalam penyelesaian kasus kejahatan siber, ada berbagai kendala yang sering kali ditemui oleh penegak hukum suatau negara untuk menindak pelaku kejahatan yang berada di wilayah yurisdiksi negara lain. Karena perlu adanya penjelasan mengenai pelakasanaan penegakan hukum kasus cyber crime ini.
Rumusan Masalah
  1. Apakah yang dimaksud dengan Cyber Crime?
  2. Bagaimana penerapan asas  hukum legalitas terhadap kasus Cyber Crime?
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini, antara lain :
  1. Menjelaskan tentang pengertian Cyber Crime.
  2. 2.     Menjelaskan tentang penerapan asas  hukum legalitas terhadap kasus Cyber Crime.
Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan karya tulis ini, antara lain :
  1. Dapat memberikan penjelasan tentang pengertian Cyber Crime.
  2. Dapat memberikan penjelasan tentang penerapan asas  hukum legalitas terhadap kasus Cyber Crime.
 
  • 1.    Pengertian Cyber Crime

Berbicara masalah cyber crime tidak lepas dari permasalahan keamanan jaringan komputer atau keamanan informasi berbasis internet dalam era global ini, apalagi jika dikaitkan dengan persoalan informasi sebagai komoditi. Informasi sebagai komoditi memerlukan kehandalan pelayanan agar apa yang disajikan tidak mengecewakan pelanggannya. Untuk mencapai tingkat kehandalan tentunya informasi itu sendiri harus selalau dimutakhirkan sehingga informasi yang disajikan tidak ketinggalan zaman. Kejahatan dunia maya (cyber crime) ini muncul seiring dengan perkembangan teknologi informasi yang begitu cepat.
Untuk lebih mendalam ada beberapa pendapat di bawah ini tentang apa yang dimaksud dengan cyber crime? Di antaranya adalah Menurut Kepolisian Ingris, Cyber crime adalah segala macam penggunaan jaringan komputer untuk tujuan kriminal dan/atau kriminal berteknologi tinggi dengan menyalahgunakan kemudahan teknologi digital.
Sedangkan menurut Peter, Cyber crime adalah “The easy definition of cyber crime is crimes directed at a computer or a computer system. The nature of cyber crime, however, is far more complex. As we will see later, cyber crime can take the form of simple snooping into a computer system for which we have no authorization. It can be the feeing of a computer virus into the wild. It may be malicious vandalism by a disgruntled employee. Or it may be theft of data, money, or sensitive information using a computer system.”
 Indra Safitri mengemukakan bahwa kejahatan dunia maya adalah jenis kejahatan yang berkaitan dengan pemanfaatan sebuah teknologi informasi tanpa batas serta memiliki karakteristik yang kuat dengan sebuah rekayasa teknologi yang mengandalkan kepada tingkat keamanan yang tinggi dan kredibilitas dari sebuah informasi yang disampaikan dan diakses oleh pelanggan internet.
Indonesia adalah negara dengan kejahatan dunia maya tertinggi didunia sebagimana dimuat dalam Kompas pada hari Rabu, 25 Maret 2009 tepatnya pukul 18:50 WIB yang berjudul “Cyber Crime”, Indonesia Tertinggi di Dunia. Faktor yang mendorong bisa terjadinya hal tersebut adalah karena di Indonesia terdapat banyak aktivitas para hacker. Brigjen Anton Taba, Staf Ahli Kapolri pada tahun 2009 memang menyatakan kebenaran bahwa “Kasus cybercrime di Indonesia adalah nomor satu di dunia.”
Dewasa ini ditengah kondisi ekonomi yang sulit banyak terjadi kasus pemalsuan kartu kredit dan pembobolan sejumlah bank. Tetapi hacker di Indonesia tergolong sudah kelas kakap karena mayoritas aksinya dilakukan dengan membobol bank-bank internasional dibandingkan dengan bank-bank dalam negeri. Uzbekistan menduduki urutan kedua singgasana cybercrime tertinggi di dunia setelah Indonesia.
Tindak kriminal dunia maya bergantung pada sumber daya hardware atau software dan/atau pengguna teknologi memiliki pengetahuan dan kesadaran tentang pentingnya keamanan di dunia maya. Setiap penyedia layanan internet serta pelanggan internet akan menjadi targetcybercrime sehinggga harus sedia payung sebelum hujan. Harus mempunyai pengetahuan yang cukup tentang metode yang biasanya seorang cybercrime lakukan dalam menjalankan aksinya.
Salah satu cara yang sudah ditempuh di Indonesia untuk mengatasi cybercrime adalah membuat peraturan mengenai cybercrime yaitu Undang-Undang No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU No. 11 tahun 2008 tentang ITE). Setiap undang-undang (UU) yang ada diterapkan dan berlaku mengikat ke seluruh nusantara. Namun apabila kurang tegas pemerintah dan aparat hukum dalam menerapkan serta minimnya budaya taat dan saat hukum masyarakat semuanya akan sia-sia. Dengan kemajuan teknologi saat ini di Indonesia maka harus dilakukan langkah preventif dan pemecahan masalah yang konkret, diantaranya:
  1. Ketika sudah ada UU yang mengatur mengenai teknologi yaitu UU No. 11 tahun 2008 tentang ITE. Namun penerapannya masih cenderung dipandang sebelah mata. Karena faktanya masih marak terjadi cybercrime di Indonesia. Maka saat ini bumi nusantara membutuhkan penerapan hukum yang tegas dan tidak pandang bulu dan diperlukan UU yang lebih baik. Meski pada dasarnya konsep hukum sudah baik tetapi penerapannya masih jauh dari yang seharusnya.
  2. Cybercrime yang berlaku global maka tidaklah perli dipelihara budaya malu untuk meminta bantuan atau bekerja sama dengan pihak luar dan negara lain. Karena hacker dari negara lain juga sangat besar peluangnya untuk menyerang Indonesia begitu juga sebaliknya
  3. Hukum selalu kalah satu langkah dengan hal yang akan diatur, sama halnya dengan penyakit. Ketika ada penyakit maka akan dicari formula dan obat untuk mengobatinya. Demikian halnya dengan hukum sesuai asas legalitas bahwa tiada suatu suatu perbuatan yang dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundang-undangan yang telah ada, sebelum perbuatan dilakukan. Hukum harus mengatur supaya suatu bentuk pelanggaran atau kejahatan bisa disentuh oleh hukum.
  4. Lebih baik mencegah daripada  mengobati dan sedia payung sebelum hujan adalah langkah yang harus diwujudnyatakan oleh pemerintah terutama masyarakat selaku pemakai internet. Membuat sistem pengamanan ketika akan memakai internet serta tidak membuka situs yang akan berdampak merusak atas pemakai baik rohani atau jasmani dan perangkat yang dipakai dalam menjelajah dunia maya.
    1. 2.    Penerapan asas  hukum legalitas terhadap kasus Cyber Crime
Adanya asas legalitas (lex temporis delicti) di Indonesia sebagai negara hukum tertuang dalam pasal 1 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana kita jumpai ketentuan yang senada yang berbunyi : “Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan perundang-undangan pidana yang telah ada”, dalam bahasa Belanda berbunyi : “Geen feit is strafbaar dan uit kracht van ene daaraan voorafgegane wettelijke strafbepaling” lebih dikenal dengan adagium “nullum delictum noella poena sine praevia lege poenali”. Asas ini tidak berlaku apabila undang – undang menentukan lain.
Suatu perbuatan ditentukan sebagai perbuatan pidana terlebih dahulu harus sudah diatur dalam undang-undang namun dalam kenyataannya dimasyarakat banyak perbuatan yang tidak baik akan tetapi belum diatur dalam undang- undang, salah satunya pencurian data yang sampai saat ini belum diatur secara khusus. Asas Legalitas dapat dibagi menjadi dua jenis :
1.   Asas Legalitas dalam arti sempit/arti formal, batasannya adalah undang- undang.
2.   Asas Legalitas dalam arti luas/arti materiil, batasannya adalah aturan hukum yang
     mempunyai pengertian yang lebih  luas dari pada undang-undang.
Ketentuan pidana seperti yang telah diatur dalam pasal 1 ayat (1) KUHP mengandung tiga buah asas yang sangat penting, yaitu :
1. Bahwa hukum yang berlaku di negara kita itu merupakan suatu hukum yang tertulis,
2. Undang-undang hukum pidana yang berlaku di negara kita itu tidak dapat berlaku surut,
3. Bahwa penafsiran secara analogis itu tidak boleh dipergunakan dalam menafsirkan undang-undang hukum pidana.
Asas legalitas dewasa ini dijadikan asas konstitusi. Asas ini tertuang dalam amandemen terhadap Pasal 28 (1) UUD 1945. Konsekuensi yuridisnya adalah bahwa setiap undang-undang tidak boleh menyimpang dengan peraturan perundang – undangan yang lebih tinggi tingkatannya.
Kaitannya dengan Cyber Crime dalam kasus Pencurian data secara tegas, jelas dan khusus belum diatur dalam hukum positif Indonesia sampai saat ini, akan tetapi penegakan hukum terhadap kejahatan komputer ini harus dilakukan demi kepastian hukum, dan perlindungan hukum khususnya bagi korban dan secara umum bagi masyarakat. Hakim tetap harus memutus perkara pencurian data yang diajukan kepadanya. Sikap hakim ini berdasarkan asas Ius Curia Novit yaitu hakim dianggap mengetahui hukumnya, atau seorang hakim wajib mengetahui hukum yang berlaku. Maka, terhadap kasus pencurian data yang disidangkan, majelis hakim menerapkan hukum positif yang berlaku di Indonesia yang dianggap paling sesuai dan dapat menjerat pelaku pencurian data untuk bertanggung jawab atas perbuatannya.
Dengan masih terbatasnya perundang-undangan yang ada, berarti asas legalitas konvensional saat ini menghadapi tantangan serius dari perkembangan cyber crime. Hal ini dapat dimaklumi karena alasan-alasan berikut :
1.    Cyber crime berada di lingkungan elektronik dan dunia maya yang sulit diidentifikasi secara pasti, sedangkan asas   legalitas konvensional bertolak dari perbuatan riel dan kepastian hukum.
2.    Cyber crime berkaitan erat dengan perkembangan teknologi canggih yang sangat cepat berubah, sedangkan asas legalitas konvensional bertolak dari sumber hukum formal (undang-undang) yang statis.
3.   Cyber crime melampaui batas-batas negara, sedangkan perundang-undangan suatu negara pada dasarnya/umumnya  hanya berlaku di wilayah teritorialnya sendiri.
Kesimpulan
Dengan Demikian diperlukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) sebagai payung hukum bagi tindak pidana kejahatan komputer (cyber crime) yang sehingga saat ini belum diatur dalam hukum positif di Indonesia. Adapun Perpu dikeluarkan oleh Presiden berdasarkan pasal 22 UUD 1945 yang mengatur hal-hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintah (administrasi negara).
Perpu memiliki kekuatan hukum yang sama dengan undang-undang yang pada prinsipnya dikeluarkan oleh presiden “dalam hal ikhwal kepentingan yang memaksa”. Sebagai suatu keadaan dimana negara memerlukan secepatnya pengaturan setingkat undang- undang untuk mengatur suatu hal tertentu karena terjadi kekosongan undang- undang, sebab menurut Bagir Manan, Perpu dikeluarkan karena adanya krisis (crissis) dan keadaan mendesak (emergency) serta bersifat mendadak (a groove and suddent disterbunc)
Referensi :
  1. Asas-Asas Hukum Pidana, Prof. Moeljatno, S.H., Rineka Cipta, 2000;
  2. Soetami, A. Siti. 2007. Pengantar Tata Hukum Indonesia. PT Refika Aditama. Bandung
  3. http://nasional.kompas.com/read/2009/03/25/18505497/Cyber.Crime..Indonesia.Tertinggi.di.Dunia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar