TEGAKKAN HUKUM DI INDONESIA DENGAN JUJUR DAN BENAR

HUKUM ADALAH KUMPULAN PERATURAN-PERATURAN ATAU KAEDAH-KAEDAH DALAM SUATU KEHIDUPAN BERSAMA : KESELURUHAN PERATURAN TENTANG TINGKAH LAKU YANG BERLAKU DALAM SUATU KEHIDUPAN BERSAMA, YANG DAPAT DIPAKSAKAN DENGAN SUATU SANKSI. (Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, SH)

Sabtu, 20 April 2013

lembaga pembuat undang-undnag

makalah hubungan lembaga eksekutif dan legislatif


DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...........................................................................................................................................i
BAB I
PENDAHULUAN...................................................................................................................................1
BAB II
PEMBAHASAN.....................................................................................................................................2
A.    Lembaga Tinggi Negara di Indonesia...................................................................................................2
B.     Kekuasaan Lembaga Legislatif............................................................................................................2
1.      Majelis Permusyawaratan Rakyat..............................................................................................................2
2.      Dewan perwakilan Rakyat........................................................................................................................4
C.     Kekuasaan Lembaga Eksekutif...........................................................................................................7
1.      Preseden dan wakil presiden.....................................................................................................................7
2.      Kementrian Republik Indonesia................................................................................................................8
D.    Kekuasaan Lembaga Yudikatif...........................................................................................................10
1.      Mahkamah Agung...................................................................................................................................10
2.      Mahkamah Konstitusi..............................................................................................................................10
E.     Hubungan Lembaga legislatif dan Eksekutif........................................................................................10
BAB III
KESIMPULAN....................................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................................14
BAB I
Pendahuluan
Arus reformasi yang melanda Indonesia memberikan perubahan yang mendasar terhadap format kelembagaan negara republik ini. Salah satunya adalah adanya perubahan (amandemen) UUD 1945. Implikasi dari perubahan ini yakni, tidak ada lagi status “lembaga tertinggi negara”. Lembaga penyelenggara negara sekarang posisinya sejajar, sama-sama sebagai “lembaga negara”.hubungan antar lembaga negara menjadi horizontal tidak lagi vertikal.
Dalam UUD 1945 pra-amandemen, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) menjadi “lembaga tertinggi negara”, lembaga-lembaga negara dibawahnya menjadi “lembaga tinggi negara” seperti Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Pertimbangan Agung (DPA), Mahkamah Agung (MA) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Lembaga tinggi negara harus bertanggung jawab kepada lembaga tertinggi negara. Kedaulatan rakyat yang dipegang oleh MPR dalam pelaksanaannya dijalankan oleh lembaga negara dibawahnya (distribution of power) dan lembaga-lembaga negara tersebut bertanggung jawab kepada MPR. Misalnya, Presiden sebagai mandataris MPR harus mempertanggungjawabkan kinerjanya kepada MPR.
Dengan digelarnya UUD 1945 pasca-amandemen, status MPR sebagai lembaga tertinggi negara dihapus. Posisi MPR sekarang menjadi lembaga tinggi negara sejajar dengan lembaga tinggi negara lainnya. Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 mengatakan: “Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Setiap lembaga tinggi negara mempunyai fungsi dan kerja masing-masing serta terdapat pemisahan kekuasaan (separation of power) didalamnya. Lembaga tinggi negara yang satu tidak bertanggung jawab kepada lembaga tinggi negara lainnya. Kinerja lembaga tinggi negara dipertanggungjawabkan kepada rakyat.
Konsep pemisahan kekuasaan (separation of power) yang dijalankan republik ini mengantarkan setiap lembaga negara mempunyai kewenangan dan kekuasaan yang berimbang. Eksistensi tiga kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif harus dipisah. Kekuasaan penyelenggaraan negara tidak boleh berada ditangan satu badan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    LEMBAGA TINGGI NEGARA DI INDONESIA
Negara Republik Indonesia mengenal adanya lembaga-lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif dalam UUD 1945 dengan melaksanakan pembagian kekuasaan (distribution of power) antara lembaga-lembaga negara. Kekuasaan lembaga-llembaga negara tidaklah di adakan pemisahan yang kaku dan tajam , tetapi ada koordinasi yang satu dengan yang lainnya.
Menurut UUD 1945, untuk menjalankan mekanisme pemerintahan di negara Republik Indonesia, maka di dirikan satu lembaga tertinggi negara dan Lima lembaga tertinggi negara yang merupakan komponen yang melaksanakan atau meyelenggarakan kehidupan negara.
Lembaga tertinggi negara ialah majelis permusyawaratan rakyat MPR sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia adalah pemegang kekuasaan tertinggi dalam negara dan pelaksana dari kedaulatan rakyat.
Lembaga-lembaga tinggi negara adalah aparat-aparat negara utama yang kedudukannya adalah dibawah MPR, sesuai dengan urutan-urutan yang terdapat dalam UUD 1945, lembaga-lembaga tinggi negara adalah sebagai berikut:
a.       Majelis Permusyawaratan Rakyat
b.      Dewan Perwakilan rakyat
c.       Presiden dan Wakil Presiden
d.      Mahkamah Agung
e.       Mahkamah konstitusi
f.       Badan Pemeriksa Keuangan
B.     KEKUASAAN LEMBAGA LEGISLATIF
a.       Dilaksanakan oleh MPR, DPR/DPD,
b.      Mengawasi jalannya pemerintahan
c.       Membuat dan Mengajukan RUU
d.      DPR dapat menyetujui dan menolak perjanjian internasional
e.       Legislatif dipilih oleh rakyat secara lagsung melalui pemilu
f.       Anggota MPR mengangkat dan memberhentikan presiden dan wakilnya sesuai pengawasan rakyat dan berbagai kelembagaan
1.      Majelis Permusyawaratan Rakyat
Dalam perspektif historis, cikal bakal MPR kini adalah Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang beroperasi tahun 1945 hingga 1949. Saat itu, tata negara Indonesia belumlah semapan sekarang. Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945 menetapkan UUD 1945 sebagai konstitusi negara. Dalam masa itu belumlah ada struktur legislatif bernama MPR. Namun, dalam Aturan Peralihan UUD 1945 termasuk bahwa sebelum MPR, DPR dan DPA dibentuk oleh UUD ini, segala kekuasaannya dijalankan oleh Presiden dengan bantuan sebuah Komite Nasional.
Selain dinegara kesatuan republik Indonesia (NKRI), lembaga konstitusi ini juga ditemukan direpublik perancis dan republik islam iran,di Indonesia yang membedakan lembaga ini dengan lembaga legeslatif adalah karena lembaga ini adalah gabungan dari DPR (legislatif) dengan BPD (badan perwakilan daerah).
MPR kini tidak lagi menjadi lembaga tertinggi negara karena tidak lagi meminta pertanggung jawaban semua lembaga tinggi negara, fungsi tertinggi hanya untuk pembentukan dan penetapan konstitusi saja,sedangkan memilih presiden dan wakil presiden kini diserahkan kepada rakyat, itulah sebabnya perubahan konstitusi atau amandement menjadi perubahan dasar negara Indonesia mendatang
MPR periode 1999-2004 yang di pimpin oleh amin rais sebagai lokomotif reformasi telah berhasil membuat perubahan besar dengan mengamandemen UUD 1945, sehingga akhirnya DPA yang tampak tidak efektif terpaksa di ilikuidasi walaupun merupakan lembaga tinggi negara, sedangkan lembaga tinggi negara lain yang baru di bentuk, yaitu Mahkamah Konstitusi.
Selanjutnya kedudukan MPR hanya sebagai lembaga tinggi negara bukan seperti dahulu sebagai lembaga tertinggi negara yang meminta perttanggung jawaban seluruh lembaga tinggi negara lainnnya,MPR hanya menjadi tertinggi negara dalam kapasitasnya sebagai lenbaga konstitusional.
Sesuai dengan UUD 1945 yang telah diamandemen dengan pasal 3 ayat 1 maka MPR termasuk lembaga negara mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut:
a.       Mengubah dan menetapkan Undang-undang Dasar
b.      Melantik presiden dan wakil presiden
c.       Memberhentikan presiden dan wakil presiden dalam masa jabatan menurut Undang-undang dasar
MPR bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di ibu kota negara. Dalam menjalankan tugas dan wewenangannya, anggota MPR mempunyai hak sebagai berikut:
a.       Mengajukan usul perubahan pasal-pasal undang-undang dasar
b.      Menentukan sikap dan pilihan dalam pengambilan keputusan
c.       Memilih dan dipilih
d.      Membela diri
e.       Imuitas
f.       Protokoler
g.      Keuangan dan administratif
Anggota MPR mempunyai kewajiban sebagai berikut:
a.       Melaksanakan UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan
b.      Menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan kerukunan nasional
c.       Mendahulukan kepentingan negara diatas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongaan
d.      Melaksanakan peranan sebagai wakil rakyat dan wakil daerah
2.      Dewan Perwakilan Rakyat
Dewan Perwakilan Rakyat (seterusnya disingkat DPR) adalah suatu struktur legislatif yang punya kewenangan membentuk undang-undang. Dalam membentuk undang-undang tersebut, DPR harus melakukan pembahasan serta persetujuan bersama Presiden. Fungsi-fungsi yang melekat pada DPR adalah: (1) fungsi anggaran; (2) fungsi legislasi; dan (3) fungsi pengawasan. Dalam menjalankan fungsi-fungsi tersebut, setiap anggota DPR memiliki hak interpelasi, hak angket, hak menyatakan pendapat, hak mengajukan pertanyaan, hak menyampaikan usul, dan hak imunitas.
Anggota DPR seluruhnya dipilih lewat pemilihan umum dan setiap calonnya berasal dari partai-partai politik. Secara substansial, struktur dan fungsi DPRD I serta DPRD II adalah sama dengan DPR pusat. Hanya saja, lingkup kewenangan DPRD I adalah di tingkat Provinsi sementara DPRD II di tingkat Kabupaten atau Kota.
DPR merupakan sebuah lembaga yang menjalankan fungsi perwakilan politik (political representative) karena --- menurut Jimly Asshiddiqie –-- fungsi legislatif berpusat di tangan DPR. Anggotanya terdiri atas wakil-wakil partai politik. Anggota DPR melihat segala masalah dari kacamata politik. Melalui lembaga ini, masyarakat di suatu negara diwakili kepentingan politiknya dalam tata kelola negara sehari-hari. Kualitas akomodasi kepentingan sebab itu bergantung pada kualitas anggota dewan yang dimiliki.
Dalam skema sistem politik David Easton, DPR bekedudukan hampir di setiap lini: (1) Dalam lini input, DPR merespon kepentingan masyarakat melakukan mekanisme pengaduan harian; (2) Dalam lini konversi DPR bersama pemerintah bernegosiasi bagaimana kepentingan masyarakat diakomodir; dan (3) Dalam lini output DPR mengeluarkan Undang-undang yang merupakan kebijakan negara yang harus dijalankan lembaga kepresidenan. Lebih lanjut, Almond telah merinci aneka fungsi yang dimaksud skema sistem politik Easton. Dalam konteks pemikiran Almond, maka DPR adalah struktur yang menjalankan fungsi-fungsi input (agregasi kepentingan, komunikasi politik) dan fungsi output yaitu legislasi. Dalam kekuasaannya sebagai legislator, DPR berhadapan dengan Presiden dan DPD. Harus ada kerjasama harmonis antara ketiga institusi ini, kendati kekuasaan legislatif tetap ada di tangan DPR.
Berdasar Pasal 20 UUD 1945, DPR dipahami sebagai lembaga legislasi atau legislator, bukan Presiden atau DPR. Dalam konteks pembuatan undang-undang oleh DPR ini, UUD 45 menggariskan hal-hal sebagai berikut:
·         DPR adalah pemegang kekuasaan legislatif, bukan Presiden atau DPD;
·         Presiden adalah lembaga yang mengesahkan rancangan Undang-undang yang telah mendapat persetujuan besama dalam rapat paripurna DPR resmi menjadi Undang-undang;
·         Rancangan Undang-undang yang telah resmi sah menjadi Undang-undang wajib diundangkan sebagaimana mestinya;
·         Setiap rancangan undang-undang dibahas agar diperoleh persetujuan bersama antara DPR dan Presiden dalam persidangan DPR;
·         Jika RUU adalah inisiatif DPR, maka DPR sebagai institusi akan berhadapan dengan Presiden sebagai kesatuan institusi yang dapat menolak inisiatif DPR itu (seluruhnya atau sebagian). RUU itu tidak boleh lagi diajukan DPR dalam tahun sidang yang sama. Di sini, posisi DPR dan Presiden berimbang;
·         Jika RUU inisiatif Presiden, maka DPR juga berhak menerima ataupun menolak (sebagian atau seluruhnya). DPR dapat melakukan voting untuk menerima atau menolak RUU yang diajukan Presiden itu;
·         Jika suatu RUU telah disetujui dalam rapat paripurna DPR dan disahkan dalam rapat DPR tersebut, maka secara substantif ataupun materiil RUU tersebut sah sebaga UU. Namun, pengesahan DPR itu belum mengikat secara umum karena belum disahkan oleh Presiden serta diundangkan sebagaimana mestinya. Meski Presiden sudah tidak dapat lagi mengubah materinya atau tidak menyetujuinya, tetapi sebagai UU ia sudah sah; dan
·         Suatu RUU yang disahkan DPR sebagai UU baru bisa berlaku umum mempertimbangkan kondisi berikut : (a) Faktor pengesahan oleh Presiden dengan cara menandatangani naskah Undang-undang itu; (b) Faktor tenggang waktu 30 hari sejak pengambilan keputusan atas rancangan UU tersebut dalam rapat paripurna DPR (pengesahan materil oleh DPR, pengesahan formil oleh Presiden).
DPR memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan. Fungsi legislasi adalah fungsi membentuk undang-undang bersama dengan Presiden. Fungsi anggaran adalah menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara bersama Presiden. Fungsi pengawasan adalah mengawasi jalannya pemberlakuan suatu undang-undang oleh DPR berikut aktivitas yang dijalankan Presiden
Untuk melaksakan fungsi-fungsinya, DPR memiliki serangkaian hak. Hak-hak tersebut dibedakan menjadi Hak DPR selaku Lembaga dan Hak DPR selaku Perseorangan. Hak DPR selaku Lembaga meliputi: (1) hak interpelasi; (2) hak angket; (3) hak menyatakan pendapat; (4) hak mengajukan pertanyaan; (5) hak menyampaikan usul dan pendapat; dan (6) hak imunitas.
Hak Interpelasi diatur dalam UU No.22 tahun 2003, yaitu sebagai lembaga DPR berhak meminta keterangan kepada pemerintah mengenai kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Hak Angket adalah hak DPR sebagai lembaga, untuk menyelidiki kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Hak Menyatakan Pendapat adalah hak DPR sebagai lembaga, untuk mengajukan usul menyatakan pendapat mengenai:
  • kebijakan pemerintah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di tanah air atau situasi dunia internasional;
  • tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket; dan
  • dugaan bahwa Presiden dan atau Wapres melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tercela maupun tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden atau Wapres.
Selain itu, Hak DPR selaku Perseorangan meliputi (1) Hak Mengajukan RUU; (2) Hak mengajukan pertanyaan; (3) Hak menyampaikan usul dan pendapat; (4) Hak memilih dan dipilih; (5) Hak membela diri; (6) Hak imunitas; (7) Hak protokoler; dan, (8) Hak keuangan dan administratif. Keterangannya adalah sebagai berikut:
1.      Hak mengajukan rancangan undang-undang adalah hak setiap anggota DPR untuk mengajukan Rancangan Undang-undang.
2.      Hak mengajukan pertanyaan adalah hak setiap anggota DPR untuk mengajukan pertanyaan kepada Presiden yang disusun baik secara lisan/tulisan, singkat, jelas, dan disampaikan kepada pimpinan DPR.
3.      Hak menyampaikan usul dan pendapat adalah hak setiap anggota DPR untuk menyampaikan usul dan pendapat mengenai suatu hal, baik yang sedang dibicarakan maupun yang tidak dibicarakan dalam rapat.
4.      Hak memilih dan dipilih adalah hak setiap anggota DPR untuk menduduki jabata tertentu pada alat kelengkapan DPR sesuai dengan mekanisme yang berlaku.
5.      Hak membela diri adalah hak setiap anggota DPR untuk melakukan pembelaan diri dan atau memberi keterangan kepada Badan Kehormatan DPR atas tuduhan pelanggaran Kode Etik atas dirinya.
6.      Hak imunitas adalah hak setiap anggota DPR tidak dapat dituntut di hadapan pengadilan karena pernyataan, pertanyaan dan atau pendapat yang dikemukakan secara lisan ataupun tertulis dalam rapat-rapat DPR sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Tata Tertib DPR dan Kode Etik anggota dewan.
7.      Hak protokoler adalah hak setiap anggota DPR bersama Pimpinan DPR sesuai ketentuan perundang-undangan.
8.      Hak keuangan dan administratif adalah hak setiap anggota DPR untuk beroleh pendapatan, perumahan, kendaraan, dan fasilitas lain yang mendukung pekerjaan selaku wakil rakyat. Sebagai ilustrasi hak ini, menurut Surat Edaran Setjen DPR RI No. KU.00/9414/DPRRI/XII/2010 tentang Gaji Pokok dan Tunjangan Anggota DPR, penerimaan keuangan anggota DPR terdiri atas dua bagian, yaitu: (1) Gaji Pokok dan Tunjangan, dan (2) Penerimaan Lain-lain. Misalnya, bagi anggota DPR yang hanya merangkap menjadi anggota Komisi, maka jumlah gaji pokok dan tunjangan bersih sebulannya.
Selain punya hak, anggota DPR juga punya kewajiban yang harus ia penuhi selama masa jabatannya (5 tahun). Kewajiban-kewajiban tersebut adalah:
1.      Mengamalkan Pancasila
2.      Melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menaati segala peraturan perundang-undangan
3.      Melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan
4.      Mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan keutuhan negara kesatuan Republik Indonesia
5.      Memperhatikan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat
6.      Menyerap, menghimpun, menampung, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat
7.      Mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan
8.      Memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada pemilih dan daerah pemilihannya
9.      Menaati kode etik dan Peraturan Tata Tertib DPR dan
10.  Menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja dengan lembaga yang terkait.
Di DPR, para anggota dewan tergabung ke dalam fraksi-fraksi. Fraksi adalah pengelompokan anggota dewan berdasarkan konfigurasi partai politik hasil Pemilihan Umum. Fraksi ini bersifat mandiri serta terbentuk dalam rangka optimalisasi dan pengefektivitasan pelaksanaan tugas, wewenang, hak dan kewajiban DPR. Fraksi mempunyai anggota sekurang-kurangnya 13 orang. Fraksi dapat juga dibentuk oleh gabungan anggota dari dua atau lebih partai politik hasil Pemilihan Umum yang kurang dari 13 orang atau dapat bergabung dengan Fraksi lain. Setiap anggota dewan harus menjadi anggota salah satu Fraksi. Pimpinan Fraksi ditetapkan oleh anggota Fraksinya masing-masing.
Tugas utama fraksi adalah mengkoordinasi kegiatan anggota dalam melaksanakan tugas dan wewenang mereka selaku anggota dewan. Fraksi juga bertugas meningkatkan kemampuan, disiplin, efektivitas, dan efisiensi kerja para anggota dalam melaksanakan tugas, dan tugas ini tercermin dalam setiap kegiatan DPR. DPR juga menyediakan sarana dan anggaran guna kelancaran pelaksanaan tugas Fraksi menurut perimbangan jumlah anggota tiap-tiap Fraksi.
Untuk melaksanakan tugas dan wewenangnya, DPR membentuk Alat Kelengkapan DPR yang terdiri atas: (1) Pimpinan DPR; (2) Badan Musyawarah; (3) Komisi; (4) Badan Legislasi; (5) Panitia Anggaran; (6) Badan Urusan Rumah Tangga; (7) Badan Kerja Sama Antar-Parlemen; (8) Badan Kehormatan; dan (9) Panitia Khusus.
C.    KEKUASAAN LEMBAGA EKSEKUTIF
a.       Dilaksanakan oleh seorang Presiden dan wakil presiden
b.      Selain kepala negara, juga kepala pemerintahan
c.       Presiden dan wakil presiden dipilih oleh rakyat melalui pemilu, bukan dari partai pemenang
d.      Presiden berhak memilih kabinetnya
e.       Menyetujui RUU
1.      Presiden Dan Wakil Presiden
Undang-undang Dasar 1945 yang telah diamandemen, membatasi masa jabatan presiden/wakil presiden selama 2 periode. Presiden memegang kekuasaan pemerintahan (eksekutif) berdasarkan konstitusi. Dalam melakukan tugas tersebut, presiden dibantu wakil presiden. Presiden juga berhak mengajukan rancangan Undang-undang kepada DPR. Selain itu, Presiden juga memiliki kewenangan untuk menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan Undang-undang.
Presiden dan Wakil Presiden Indonesia tidak dipilih dan diangkat oleh MPR melainkan langsung dipilih oleh rakyat dalam Pemilu. Presiden dan Wakil Presiden diusulkan partai politik atau gabungan partai politik sebelum Pemilu. Setelah terpilih, periode masa jabatan Presiden adalah 5 tahun, dan setelah itu, ia berhak terpilih kembali hanya untuk 1 lagi periode.
Presiden dengan persetujuan DPR dapat menyatakan perang, membuat perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain. Dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara, dan atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Presiden juga memiliki kewenangan meyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibat dari keadaan bahawa ditetapkan dengan undang-undang.
Selain itu, Presiden juga memiliki hak untuk memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung. Grasi adalah pengampunan berupa perubahan, peringanan, pengurangan, atau penghapusan pelaksanaan pidana kepada yang diberikan oleh presiden. Rehabilitasi adalah hak seseorang untuk mendapat pemulihan haknya dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya yang diberikan pada tingkat penyidikan, penuntutan atau peradilan karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.
Presiden juga memberikan amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR. Amnesti adalah pernyataan umum (diterbitkan melalui atau dengan undang-undang) yang memuat pencaabutan semua akibat pemidanaan dari suatu perbuatan pidana (delik) tertentu atau satu kelompok perbuatan pidana (delik) tertentu, bagi terpidana, terdakwa yang dinyatakan bersalah melakukan delik-delik tersebut. Abolisi adalah penghapusan terhadap seluruh akibat penjatuhan putusan pengadilan pidana kepada seseorang terpidana, terdakwa yang bersalah melakukan delik.
Gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan lainnya juga diberikan Presiden kepada individu maupun kelompok yang diatur dengan undang-undang. Dalam melakukan tugasnya, Presiden dapat membentuk suatu dewan pertimbangan untuk memberikan nasehat dan pertimbangan kepadanya, dan ini diatur dengan undang-undang.
2.      Kementrian Republik Indonesia
Menteri adalah pembantu presiden. Ia diangkat dan diberhentikan oleh presiden untuk suatu tugas tertentu. Kementrian di Indonesia dibagi ke dalam 3 kategori yaitu Kementerian Koordinator, Kementrian Departemen, dan Kementrian Negara.
Kementrian Koordinator bertugas membantu presiden dalam suatu bidang tugas. Di Indonesia, menteri koordinator terdiri atas 3 bagian, yaitu: Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan; Menteri Koordinator bidang Perekonomian; Menteri Koordinator bidang Kesejahteraan Rakyat.
Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan bertugas membantu Presiden dalam mengkoordinasikan perencanaan dan penyusunan kebijakan, serta mensinkronkan pelaksanaan kebijakan di bidang politik, hukum, dan keamanan. Fungsi yang ada padanya adalah:
pengkoordinasian para Menteri Negara dan Pimpinan Lembaga Pemerintahan Non Departemen (LPND) dalam keterpaduan pelaksanaan tugas di bidang politik dan keamanan, termasuk permasalahan dalam pelaksanaan tugas,
pengkoordinasioan dan peningkatan keterpaduan dalam penyiapan dan perumusan kebijakan pemerintahan Kantor Menteri Negara, Departemen, dan Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) di bidang politik dan keamanan;
penyampaian laporan hasil evaluasi, saran, dan pertimbangan di bidang tugas dan fungsinya kepada Presiden.
Menteri Negara bertugas membantu presiden dalam merumuskan kebijakan dan koordinasi terhadap kebijakan seputar bidang yang diembannya. Menteri Negara RI terdiri atas 10 bidang strategis yang harus dipimpin seorang menteri negara. Ke-10 bidang tersebut adalah: 
·         Menteri Negara Riset dan Teknologi,
·         Menteri Negara Koperasi
·         dan Usaha Kecil Menengah,
·         Menteri Negara Lingkungan Hidup,
·         Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak,
·         Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi,
·         Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal,
·         Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional,
·         Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara,
·         Menteri Negara Perumahan Rakyat, dan
·         Menteri Negara Pemuda dan Olahraga
Menteri Departemen, adalah para menteri yang diangkat presiden dan mengatur bidang kerja spesifik. Menteri Departemen mengepalai satu departemen. Di Indonesia kini dikenal ada 21 Kementerian yang dipimpin seorang menteri. Sesuai UU No 39/2008 dan Perpres No.47/2009 yang dikeluarkan pada 3 November 2009, penyebutan "Departemen" diubah menjadi "Kementerian." Kementerian-kementerian tersebut adalah:
·         Sekretaris Negara
·         Dalam Negeri
·         Luar Negeri
·         Pertahanan
·         Hukum dan HAM
·         Keuangan
·         Energi dan Sumber Daya Mineral
·         Perindustrian
·         Perdagangan
·         Pertanian
·         Kehutanan
·         Perhubungan
·         Kelautan dan Perikanan
·         Tenaga Kerja dan Transmigrasi
·         Pekerjaan Umum
·         Kesehatan
·         Pendidikan dan Kebudayaan
·         Sosial
·         Agama
·         Pariwisata dan Pengembangan Ekonomi Kreatif
·         Komunikasi dan Infomatika
D.    KEKUASAAN LEMBAGA YUDIKATIF
Suatu badan yang memiliki sifat teknis yuridis yang berfungsi mengadili penyelewangan pelaksanaan konstitusi dan peraturan per Uuan oleh institusi pemerintahan secara luas serta bersifat independent ( bebas dari intervensi pemerintah ) dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya.
1.      Mahkamah Agung
Sebagai lembaga yudikatif,Mahkamah Agung memilki kekuasaan dalam memutuskan permohonan kasasi,serta peninjau kembali putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap.
Secara umum fungsi Mahkamah Agung sebagai lembaga tinggi negara dengan segala kewenangannya,sangat independen.keputusannya tidak boleh dipengaruhi oleh lembaga tinggi lain.
2.      Mahkamah konstitusi
Mahkamah konstitusi merupakan salah satu lembaga pemegang kekuasaan kehakiman disamping mahkamah agung beserta badan peradilaan yang berada dibawahnya didalam lingkungan peradilaan umum,lingkungan peradilan agama,lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara.
Mahkamah konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final yang sifat nya menguji undang-undang terhadap konstitusi,memutuskan sengketa kewenangan lembaga negara,yang kewenangannya diberikan UUD. Mahkamah konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh presiden dan wakil presiden menurut UUD.
E.     HUBUNGAN LEMBAGA EKSEKUTIF DAN LEGISLATIF DI INDONESIA
Dalam konstitusi pra-amandemen negara ini, kedaulatan negara berada ditangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR sebagai lembaga tertinggi negara. Dari MPR inilah, kedaulatan rakyat dibagi secara vertikal ke lembaga tinggi negara dibawahnya. Prinsip yang dianut adalah pembagian kekuasaan (division or distribution of power). Akan tetapi dalam konstitusi pasca-amandemen, kedaulatan rakyat itu ditentukan dibagikan secara horizontal dengan cara memisahkannya (Separation of Power) menjadi kekuasaan-kekuasaan yang dinisbatkan sebagai fungsi lembaga-lembaga negara yang sederajat dan saling mengendalikan satu sama lain berdasarkan prinsip checks and balances (saling imbang dan saling awas).
Posisi antara legislatif (MPR/DPR) dan eksekutif (Presiden/Wakil Presiden) dalam konstitusi pasca-amandemen adalah sejajar. Berbeda dengan konstitusi pra-amandemen, legislatif (MPR) berada diatas ekeskutif (Presiden), walau pada kenyataannya eksekutiflah yang sebenarnya berada diatas dan mengendalikan legislatif. Posisi yang sejajar dalam konstitusi pasca-amandemen juga menimbulkan hubungan baru antara lembaga legislatif dengan lembaga eksekutif, berbeda dengan hubungan antar-keduanya dalam konstitusi pra-amandemen.
Dari studi singkat terhadap kontitusi (UUD NRI 1945), ditemukan beberapa bentuk hubungan antara legislatif dan eksekutif tersebut misalnya dalam bidang, pertama, kekuasaan legislasi (membuat undang-undang). Terdapat dalam Pasal 5 ayat (1) “Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat.” Pasal 20 ayat (2) “Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama.”
Kedua pasal ini mensuratkan adanya pengurangan kekuasaan legislasi Presiden. Presiden dikembalikan ke posisi sebagai pelaksana undang-undang, bukan pembentuk undang-undang dan DPR sebagai lembaga pembuat undang-undang. Posisi DPR sebagai pembuat undang-undang ini semakin diperkuat oleh konstitusi dengan Pasal 20 ayat (5): “Dalam hal rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak rancangan undang-undang tersebut disetujui, rancangan undang-undang tersebut menjadi undang-undang dan wajib diundangkan.” Pada bidang kekuasaan legislasi, pemisahaan kekuasaan (Separation of Power) dalam konstitusi pasca-amandemen (UUD NRI 1945) telah diakomodir.
Kedua, kekuasaan administratif dan kelembagaan. Terdapat dalam Pasal 7A “Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa penghianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.” Dan Pasal 7C “Presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat.”
Posisi Presiden/Wakil Presiden dikontrol oleh DPR melalui mekanisme pemakzulan (impeachment process) serta posisi DPR sama kuat dengan Presiden, karena Presiden tidak dapat membubarkan DPR. Sepertinya pada bidang kekuasaan ini, kekuasaan DPR lebih besar dari Presiden, karena DPR bisa mengkontrol Presiden lewat mekanisme pemakzulan. Prinsip saling awas (checks) bersifat searah dan cenderung legislative heavy.
Ketiga, kekuasaan militer dan diplomatik. Terdapat dalam Pasal 11 ayat (1) “Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain.” Ayat (2) “Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara, dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.” Dan Pasal 13 ayat (2) “Dalam hal mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.” Ayat (3) Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.”
Presiden hanya memperhatikan pertimbangan DPR apabila mengangkat duta besar dan menerima penempatan duta besar negara lain. Kata memperhatikan disini berarti bukan sebuah keharusan? Kata “memperhatikan” menurut hemat penulis adalah sebuah bentuk saling imbang (balances) antara DPR (legislatif) dengan Presiden (eksekutif).
Keempat, kekuasaan yudikatif. Terdapat dalam Pasal 14 ayat (2) “Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.” Pasal ini jelas mensuratkan adanya prinsip saling imbang (balances) antara DPR dengan Presiden.
BAB III
KESIMPULAN
Negara Republik Indonesia mengenal adanya lembaga-lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif dalam UUD 1945 dengan melaksanakan pembagian kekuasaan (distribution of power) antara lembaga-lembaga negara. Kekuasaan lembaga-llembaga negara tidaklah di adakan pemisahan yang kaku dan tajam , tetapi ada koordinasi yang satu dengan yang lainnya.
Menurut UUD 1945, untuk menjalankan mekanismepemerintahan di negara Republik Indonesia, maka di dirikan satu lembaga tertinggi negara dan Lima lembaga tertinggi negara yang merupakan komponen yang melaksanakan atau meyelenggarakan kehidupan negara.
Posisi antara legislatif (MPR/DPR) dan eksekutif (Presiden/Wakil Presiden) dalam konstitusi pasca-amandemen adalah sejajar. Berbeda dengan konstitusi pra-amandemen, legislatif (MPR) berada diatas ekeskutif (Presiden), walau pada kenyataannya eksekutiflah yang sebenarnya berada diatas dan mengendalikan legislatif. Posisi yang sejajar dalam konstitusi pasca-amandemen juga menimbulkan hubungan baru antara lembaga legislatif dengan lembaga eksekutif, berbeda dengan hubungan antar-keduanya dalam konstitusi pra-amandemen.
DAFTAR PUSTAKA
1.      Undang-undang Dasar 1945
2.      Undang-undang Dasar 1945 amandemen ke-4
6.      http://malghi-dontworrybehappy.blogspot.com/2009/11/sistem-pemerintahan-negara-indonesia.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar